27memberi penghargaan kepada KH. As’ad Syamsul Arifin29, sebagai tokoh senior NU, sekaligus juga mengekspresikan suatu hubungan yang lebih besar.30 Tema dari muktamar ini adalah “Dengan Khittah NU 1926, Menggalang Kebersamaan Dan Meluaskan Peranserta Dalam Pembangunan Untuk Jikasemula mabadi khaira ummah tiga butir, maka dua butir perlu ditambahkan untuk mengantisipasi persoalan kontemporer, yaitu ‘adalah dan istiqamah, yang dapat pula disebut dengan al-Mabadi al-Khamsah dengaan kerincian berikut ini: 1. Ash-Shidqu Butir ini mengandung arti kejujuran atau kebenaran, kesunguhann. Fial-Ijtimaâiyah (memasyarakat), artinya dihidupi oleh masyarakat. Madrasah atau pesantren dalam NU didirikan oleh masyarakat dan dibiayai sendiri oleh masyarakat. Ketika masyarakat mau belajar atau mau menyekolahkan Khittah NU dan Mabadi Khaira Ummah. Ketiga ajaran itu adalah pilar NU dan diharapkan konsep PSDM itu adalah pilar Mabadikhaira ummah itself is concept and values of building good society resulted by Nahdlatul Ulama (NU). Research want to know how to manage mabadi khaira ummahal. Research is qualitative with interview, investigation, and documentation, and also combining snowball sampling and purposive sampling techniques which the headmaster as the first Artinya IPNU/IPPNU telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. IPNU/IPPNU sebagai budaya mampu lestari karena ia mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok tertentu para anggotanya. Mabadi’ Khaira Ummah (مبادئ خير الأمـة) Dalam kiprah kemasyarakatan harus mampu mengembangkan citra diri/ karakter sebagai berikut: 1 DrynS. Oleh Muhammad Syamsudin Mabadi Khaira Ummah, atau yang biasa disebut sebagai prinsip dasar fondasi menuju khaira ummah umat terbaik sudah dicanangkan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama yang saat itu masih berstatus HBNO Himpunan Besar Nahdlatul Oelama pada yajim 1992. Fondasi ini tertuang secara tegas lewat Keputusan Munas Alim Ulama di Lampung Nomor 04/Munas/1992 tentang Mabadi’ Khaira Ummah. Jika membaca hasil keputusan itu, cukup menarik melihat pesan sejarah yang turut diungkap menjadi bagian lahirnya Mabadi’ Khaira Ummah tersebut. Ada singgungan yang secara tegas disampaikan dalam bagian muqaddimahnya, yaitu hasil dari Konggres NU XIII Tahun 1935. Perlu diketahui bahwa Kongress NU XIII Tahun 1935 mengamanatkan bahwa kendala utama untuk melakukan amar ma’ruf nahi munkar dan menegakkan ajaran Ahlussunnah wal Jamaah di tubuh Nahdlatul Ulama, salah satunya disebabkan karena lemahnya posisi ekonomi warga Nahdliyin. Untuk itulah maka diperlukan langkah antisipatif dan sekaligus membuka ruang inovasi agar kelemahan dalam bidang ekonomi itu bisa dijembatani sehingga gagasan menuju khaira ummah bisa tercapai. Nah, lahirnya Keputusan No. 04/MUNAS/1992 adalah termasuk kilas balik dan evaluasi terhadap langkah yang sudah diambil dalam pembangunan bidang ekonomi tersebut. Lalu dengan dikeluarkannya fondasi dasar khaira ummah Mabadi’ Khaira Ummah salah satunya adalah dengan harapan dapat dijadikan pilar/payung hukum sekaligus landasan gerak bagi warga Nahdliyin. Hasil dari Munas Lampung Tahun 1992 ini, sekaligus memberi mandat bagi diadakannya sosialisasi Mabadi’ Khaira Ummah melalui program lailatul ijtima’-lailatul ijtima’ di tubuh Nahdliyin khususnya pada wilayah ranting. Di tingkatan cabang, muncul gerakan pembai’atan yang fokusnya sebenarnya ditujukan sebagai wadah konsolidasi warga khususnya pengurus sehingga mereka bekerja secara konsekuen mewujudkan cita-cita NU. Cita-cita umum itu adalah upaya mewujudkan khaira ummah, dan salah satunya melalui pembangunan dunia ekonomi. Terkait dengan pembangunan di bidang ekonomi ini, Hadratussyeikh KH. Hasyim Asy’ari pernah secara khusus menyampaikan maklumat, yang bunyinya “Wahai pemoeda putera bangsa yang tjerdas pandai dan oestadz yang moelia, mengapa kalian tidak mendirikan saja soeatoe badan ekonomi jang beroperasi, di mana setiap kota terdapat satoe badan oesaha jang otonom.” Secara khusus maklumat ini diamanatkan dan dimuat dalam Statuten NU, Fatsal 3 Poin f, yang berbunyi “Mendirikan badan-badan oentoek memadjoekan oeroesan pertanian, perniagaan dan peroesahaan jang tiada dilarang oleh sjara’ Agama Islam.” Dengan menyimak bunyi Statuten ini, maka sebenarnya mandat pembangunan ekonomi itu sudah lama disuarakan oleh NU. Dan tahun 1992, merupakan tahun evaluasi, apakah sudah sampai pada yang dimaksud oleh Hadlratu al-Syeikh apa belum. Karena masih jauh, maka keluarlah Keputusan MUNAS tentang Mabâdi’ Khaira Ummah tersebut. Isi dari Mabadi’ Khaira Ummah hakikatnya ada tiga yang menjadi titik tekan nilai pentingnya dan sekaligus seharusnya menjadi sikap bagi pengurus sekaligus warga Nahdliyin pada umumnya, yaitu 1. Mengupayakan terbentuknya watak al-shidq jujur dan benar dalam setiap ucapan dan tindakan kecuali untuk hal yang dirasa dlarurat 2. Hendaknya pengurus dan warga naahdliyin memiliki sikap al-amanah wa al-wafa’ bi al-ahd, yaitu amanah dan sekaligus siap menepati janji konsekuen 3. Hendaknya warga Nahdliyin memupuk rasa saling ta’awun tolong menolong internal warga Nahdliyin secara khusus dan umumnya dengan umat Islam lainnya selagi tidak dalam urusan yang melanggar syara’ Dari ketiga sikap itu, muncul dua sikap lainnya yang hendaknya dipupuk yaitu sikap al-adâlah adil dalam tindakan dan tidak berat sebelah serta istiqâmah konsisten dalam mengupayakan tercapainya khaira ummah. Nah, setelah perjalanan selama kurang lebih 27 tahun dan 28 tahun untuk tahun 2020 yang akan datang, maka diperlukan langkah evaluatif. Langkah evaluatif itu adalah 1. Apakah selama ini LINU Lailatul Ijtima’ NU sudah berhasil menyosialisasikan mabadi’ khaira ummah tersebut? 2. Apakah tujuan dari pembangunan ekonomi dan kemandirian umat ini sudah terlaksana oleh masing-masing pengurus dan setiap warga Nahdliyin? 3. Jika sudah, maka langkah apa selanjutnya yang perlu diambil guna mewujudkan prinsip pembangunan ekonomi dalam rangka terbentuknya khaira ummah tersebut? 4. Jika belum, apa yang menjadi kendala bagi terlaksananya gerakan ekonomi itu? Ke depan, umat Islam Indonesia akan berhadapan dengan Revolusi Industri Tentu langkah mewujudkan khaira ummah ini akan menjadi semakin berat dibanding tantangan yang muncul di era Mbah Wahab ketika beliau berinisiatif mendirikan Nahdlatu al-Tujjar dengan prinsip Syirkah Inan. Jika era Mbah Wahab, konteks zaman yang dihadapi adalah ekonomi kolonialisme, maka di era sekarang, yang dihadapi bukan lagi sekedar ekonomi kolonial berbasis monopoli pasar, melainkan juga generasi milenial yang memiliki watak berbeda dengan generasi Mbah Wahab. Di Era Mbah Wahab, generasi Islam yang dihadapi adalah generasi santri yang terbuai dengan pesan-pesan romantis teks keagamaan, menjauhi dunia, tajrid, dan lain sebagainya yang menghendaki didobrag. Era sekarang justru merupakan kebalikannya. Era sekarang adalah era ekonomi kreatif yang bisa diciptakan melalui berbagai saluran dengan memanfaatkan peran teknologi. Lantas, khaira ummah yang dikehendaki itu yang bagaimana lagi sekarang? NU akan berperan memberi warna terhadap generasi milenial-kah atau tetap bertahan dan berkutat pada nuansa-nuansa keagamaan dengan fokus pada kajian kitab saja? Kiranya, 27 tahun perjalanan Keputusan Mabadi Khaira Ummah memerlukan langkah antisipatif dan inovatif ke depan. Bagaimanapun, setelah ada fondasi, maka bangunan yang di atasnya adalah mengikuti fondasi itu bagaimana dikonsepsikan. Asesoris dinding bangunan rumah ke-NU-an ini tergantung pada generasi muda yang dimilikinya. Ingat bahwa, potensi kader NU terakhir untuk generasi yang berada di kisaran minimal usia 17 tahun adalah sebesar 79,04 juta jiwa dari seluruh muslim Indonesia. Sebuah potensi kader yang luar biasa besarnya yang merupakan modal dasar tersendiri bagi NU. Modal menuju khaira ummah yang dicita-citakan. Mari fokus mewujudkan! Penulis adalah Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah – PW LBM NU Jawa Timur, dan Peneliti Bidang Ekonomi Syariah – Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur Jepara, NU Online Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama PCNU Kabupaten Jepara, Jawa Tengah K Ahmad Hilaludin mengatakan, melalui kegiatan-kegiatan positif seperti kemah kebangsaan dan gelar kebudayaan ini diharapkan kader Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama IPNU dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama IPPNU bisa memahami salah satu tujuan didirikannya organisasi Nahdlatul Ulama, yakni Mabadi Khaira Ummah. "Sebagai kader muda NU, IPNU-IPPNU sudah seharusnya memahami segala isi pedoman, garis perjuangan, dan amaliyah NU. Karena pada kalian NU akan diserahi untuk meneruskan estafet kepemimpinan NU di masa yang akan datang," ujarnya. Hal ini disampaikan dalam kegiatan kemah kebangsaan dan gelar kebudayaan yang diselenggarakan Dewan Koordinasi Cabang DKC Corp Brigade Pembangunan CBP IPNU dan Korp Pelajar Putri KPP IPPNU kabupaten Jepara di MTs MIftahul Huda Bulungan Pakis Aji Jepara Ahad 6/10 malam. Lebih lanjut dijelaskan, lima prinsip mabadi khaira ummah harus dipahami dan diaplikasikan oleh kader IPNU IPPNU. “Pertama As-Sidqu, kejujuran atau transparan. Apa yang dikatakan dan diperbuat harus sama,” katanya . Kemudian yang kedua adalah Al-Amanah, dapat dipercaya. “Jadilah kader yang dapat dipercaya. Kalian jadi pengurus IPNU-IPPNU merupakan amanah, maka dari itu kalian harus bisa menjadi pengurus yang baik, sehingga bisa memberi manfaat untuk orang banyak,” tambahnya. Yang ketiga adalah Al-Adalah, adil, artinya adil terhadap diri sendiri maupun kepada orag lain. “Tidak memandang teman atau musuh, kalau memang salah ya bilang salah,” tegasnya. Selanjutnya adaah At-Taawun, tolong menolong. Harus saling membantu satu sama lain. “Sifat taawun harus kita tanamkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mana kita berhadapan dengan siapapun, kita harus saling tolong menolong,” terangnya. Yang terakhir adalah Al-Istiqamah, ketika memiliki prilaku dan pendapat yang baik, maka harus kita pertahankan. “Selama kader IPNU-IPPNU istiqamah melakukan kegiatan positif seperti ini, Insyaallah NU dan bangsa Indonesia ke depan akan semakin baik,” pungkasnya. Dalam kesempatan itu hadir juga Plt Bupati Jepara, H Dian Kristiandi, Direktur Pascasarjana Unisnu Jepara, H Barowi, Kasatbimnas Polres Jepara, kepala MTs Miftahul Huda Bulungan M Rodhi, dan ratusan kader IPNU-IPPNU Se-Kabupaten Jepara. Kontributor Yusrul Wafa Editor Abdul Muiz – Dunia yang telah berkembang dengan sangat pesat telah menciptakan sebuah peradaban manusia yang modern. Peradaban yang sangat maju juga turut mengubah pola pikir atau tata perilaku masyarakatnya, yang semula menggunakan tenaga fisik untuk bekerja saat ini dapat memanfaatkan teknologi untuk memudahkan kita masih terbatas dalam mengakses informasi, saat ini masyarakat memiliki banyak sumber informasi yang tak terbatas ruang dan waktu. Hal inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi next level’ daripada perdaban-peradaban Ulama dalam pemikiran dan amaliahnya melahirkan sebuah gagasan dan konsep pemikiran mengenai Mabadi’ Khaira Ummah. Mabadi’ berasal dari bentuk jamak mabda’ yang berarti dasar atau prinsip , Khaira yang berarti terbaik atau ideal, dan Ummah yang berarti terminologis Mabadi’ Khaira Ummah merupakan prinsip-prinsip yang kita gunakan untuk mengupayakan terbentuknya tatanan kehidupan masyarakat berdasarkan nilai-nilai amr bil ma’ruf dan nahy anil munkar. Hal ini berdasarkan ayat pada surah Ali-Imran ayat 110 yang berarti “Kalian adalah sebaik-baik ummat yang dikeluarkan untuk manusia mengajak kebaikan dan mencegah keburukan dan beriman kepada Allah SWT…”Nilai-nilai Mabadi’ Khaira UmmahBaca Juga Fatwa KUPI Bagian dari ljtihad Islam Indonesia Sikap Negara dan Media dalam Memotret Politisi Perempuan Maria Ulfah Santoso, Perempuan Yang Ikut Berkontribusi Lahirnya Pancasila Hari Lahir Pancasila, dan Sekian Tantangan yang Kita Hadapi ash-Shidqual-Amanah wa al-Wafa’ bil ahdat-Ta’awunIstiqamahal-’AdalahNilai-nilai Mabadi’ Khaira UmmahNilai-nilai Mabadi’ Khaira Ummah berdasarkan pada nilai-nilai berupa nilai kejujuran ash-Shidqu, komitmen al-Amanah wa al-Wafa’ bil ahd, dan tolong-menolong at-Ta’awun. Namun seiring berkembangnya Nahdlatul Ulama, ada dua penambahan nilai-nilai Mabadi’ Khaira Ummah yaitu nilai keberlangsungan istiqamah dan nilai keadilan al-’Adalah. Kelima prinsip inilah yang menjadi pondasi terbentuknya Masyarakat Ideal atau Mabadi’ Khaira memiliki arti atau makna jujur. Prinsip ini mendorong masyarakat untuk berkelakuan jujur baik dalam pikiran, hati, perbuatan, dan perkataan. Selain itu prinsip ini juga memiliki nilai mengenai pemahaman agar masyarakat selalu melakukan transparansi keterbukaan satu sama lain kecuali jika ada hal-hal yang diwajibkan untuk dirahasiakan demi keputusan mendorong masyarakat untuk memiliki sikap integritas, bertanggung jawab, dan professional dalam melaksanakan berbagai kewajiban, termasuk kewajiban untuk melestarikan alam dan wa al-Wafa’ bil ahdPrinsip yang kedua terdiri dari nilai kewajiban yang harus dilaksanakan al-Amanah dan nilai komitmen al-Wafa’ bil ahd. Manusia sebagai khalifah di bumi mengemban nilai amanah untuk mengelola alam dan lingkungan secara bijak serta tidak melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam. Apabila manusia tidak amanah dalam pengelolaan alam, maka banyak bencana alam yang akan terjadi akibat ulah manusia ini kita temui bencana banjir dan longsor di mana-mana akibat ketidakseimbangan alam dalam menghadapi cuaca yang tidak menentu. Pada nilai komitmen, masyarakat dapat menjadi pribadi yang dapat kita percaya, berkomitmen penuh, dan loyal dalam memenuhi kewajiban. Hal ini terdapat dalam surah An-Nisa’ ayat 58 yang memiliki arti “Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya” at-Ta’awunPrinsip ketiga ini memiliki makna tolong-menolong. Masyarakat yang gemar membantu dan gotong-royong dalam hal-hal kebaikan dapat melahirkan hubungan yang sehat dan positif. Sebagai makhluk sosial, tentulah kita tidak dapat hidup sendiri dan pasti akan membutuhkan pertolongan dari orang lain. at-Ta’awun mendorong masyarakat untuk bersikap peduli dan menjauhi sifat egois atau ingin menang itu, adanya sikap masyarakat yang saling tolong-menolong dapat menumbuhkan keterampilan kreatif dalam memecahkan masalah bersama. Dalam surah Al-Maidah ayat dua dijelaskan bahwa masyarakat diperintahkan untuk saling tolong-menolong dalam kebaikan dan takwa. Dan tidak tolong-menolong dalam perbuatan yang melanggar agama atau menjerumuskan diri dalam berarti terus-menerus atau berkepanjangansustainable. Prinsip istiqomah mengajarkan kepada masyarakat untuk selalu berproses dalam hal apapun serta mendorong masyarakat agar tetap berpegang teguh pada segala ketentuan Allah dan Rasulullah. Implementasi nilai-nilai Istiqomah dalam penjagaan lingkungan contohnya senantiasa berusaha untuk mengurangi sampah plastik dan beralih ke produk-produk yang lebih ramah yang terakhir adalah prinsip keadilan. Yakni mendorong masyarakat untuk melihat permasalahan atau hal-hal menggunakan kacamata obyektif dan bertindak sesuai dengan kemampuan. Prinsip ini tidak hanya memfokuskan pada masyarakat saja, namun pada pemimpinnya yang dapat berlaku adil akan menjadi teladan untuk masyarakat berbuat adil juga. Apabila keadilan berlaku dalam kehidupan masyarakat, maka tidak akan ada sikap egois dan pengakan hukum yang rusak. Islam selalu mengajarkan ummat manusia untuk bersikap adil kepada prinsip Mabadi’ Khaira Ummah sangat kita butuhkan dalam membangun peradaban manusia modern. Prinsip-prinsip ini tidak menyalahi Pancasila atau nilai-nilai budaya Indonesia. Justru di tengah banyaknya arus informasi dan cepatnya globalisasi dalam berbagai hal, konsep ini sangat relevan dengan apa yang kita butuhkan untuk membentuk tatanan masyarakat yang ideal. [] Konsep Mabadi Khaira Ummah MKU adalah konsep yang banyak didengungkan di kalangan praktisi Nahdlatul Ulama. Walaupun konsep Mabadi Khaira Ummah ini lahir dari rahim NU, namun konsep-konsepnya merujuk dari Al-Qur'an sehingga memahami konsep Mabadi Khaira Ummah menjadi sebangunan penting untuk golongan umat Islam sendiri atau untuk golongan umat Islam saat bersosial dengan bermacam agama, keyakinan, paham, dan keliru untuk kelompok dunia pendidikan Islam sendiri, konsep Mabadi Khaira Ummah ini sangat atraktif dan penting untuk penyelenggaraan dan peningkatan dunia pendidikan Islam, baik pendidikan keagamaan Islam yang formal, non-formal, atau informal. Konsep MKU bisa dimengerti sebagai sisi dari masalah dan ulasan keilmuan science dan study Islam Islamic studies yang memiliki dasar pengetahuan, akar riwayat, dan tujuan yang pasti serta bisa dipertanggung jawabkan. Dengan memahami konsep Mabadi Khaira Ummah ini diinginkan pembangunan dan peningkatan insan kamil individu paripurna dan khaira ummah masyarakat berperadaban kian terang arah dan Mabadi Khaira UmmahSebelum mengulas mengenai mabadi khaira ummah MKU, di sini perlu dipertegas dulu pengertian dari khaira ummah. Frasa khaira ummah berawal dari Ali Imran ayat 110كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ ۗ وَلَوْ اٰمَنَ اَهْلُ الْكِتٰبِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ وَاَكْثَرُهُمُ الْفٰسِقُوْنَArtinya "Kamu umat Islam ialah umat terbaik khaira ummah yang dilahirkan untuk manusia, sebab kamu memerintah melakukan perbuatan yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahlul Kitab beriman, pastilah itu lebih bagus untuk mereka. Di antara mereka ada yang beriman, tetapi umumnya mereka ialah orang-orang fasik".Menurut Ibnu Abbas, pengertian khaira ummah adalah mereka orang Islam yang pindah dari Makkah ke Madinah dan mereka yang ikut perang Badar dan ikut rombongan Nabi ke ummah yaitu umat Islam yang pada masa pertama - masa Nabi Muhammad SAW, berdasar pada Hadits "Sebagus-bagusnya ummatku ialah masa di mana aku diutus kepada mereka, selanjutnya orang-orang sesudahnya dan ialah orang-orang selanjutnya". Ahmad.Ada juga beberapa Ulama yang berpendapat bahwa khaira ummah adalah umat Islam pada tiap masa sejauh mereka beriman dan sanggup melakukan amar ma'ruf nahi munkar, seperti yang dipraktikkan oleh umat Islam generasi pertama, dengan berdasar pada perkataan Sayyidina Umar "Siapa yang melakukan perbuatan seperti kamu, karena itu dia ialah seperti kamu".Berdasar pada keterangan di atas, bisa diambil kesimpulan kalau predikat khaira ummah bisa terjadi pada tiap periode / masa karena konsep dari terciptanya umat terbaik merupakan terciptanya masyarakat beriman yang mampu menegakkan kebenaran dan melawan kebatilan. Saat Islam dipandang gharib asing, syari'at dan tuntunan Islam tak lagi digerakkan oleh para pemeluknya, dan sikap warga yang tak lagi menggambarkan nilai-nilai Islami, karena itu untuk tiap pribadi dan warga yang sanggup menjaga keimanan dan berani melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar memiliki hak dan pantas menerima predikat sebagai khaira bahasa Mabadi Khaira Ummah terdiri atas tiga kalimah dalam Bahasa Arab, yaituPertama "Mabadi", yang berarti asas, dasar, atau "Khaira" yang bermakna terbaik atau "Ummah" yang berarti warga, bangsa atau secara epistemologi, Mabadi Khaira Ummah adalah prinsip-prinsip pokok yang dipakai untuk mengusahakan terciptanya tatanan kehidupan ummah yang ideal atau terbaik, yakni ummah yang sanggup mengerjakan tugas amar ma'ruf nahi munkar. Dengan kata lain, Mabadi Khaira Ummah adalah prinsip yang sesuai kenyataan dengan bersendikan amar ma'ruf nahi munkar. Amar ma'ruf itu sendiri merupakan ajakan untuk melakukan perbuatan baik yang telah diketahui kebaikannya oleh umum, dan nahi munkar berarti mencegah perbuatan yang telah diketahui keburukannya oleh banyak rincian di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa yang diartikan dengan Mabadi Khaira Ummah adalah pergerakan fundamental mengenai pembentukan identitas dan watak baik untuk warga bangsa secara individu ataupun kelompok lewat penanaman nilai-nilai luhur yang dikeduk dari paham keagamaan Islam dengan bersendikan prinsip amar ma'ruf nahi Lahirnya Mabadi Khaira UmmahSejarah lahirnya Mabadi Khaira Ummah didorong oleh kesadaran di kalangan para pimpinan NU bahwa untuk merealisasikan harapan dan tujuan NU mesti ada support dari umat yang mempunyai karakter terpuji, mental pejuang yang membara, serta sanggup melaksanakan amanah agama ataupun pikiran untuk membentuk kepribadian masyarakat NU lewat Mabadi Khaira Ummah tersebut ada di saat Muktamar PBNU ke-13 yang mengamanatkan supaya Nahdlatul Ulama merintis pemberdayaan ekonomi umat. Oleh karena itu, membutuhkan terdapatnya pembimbingan umat terlebih dahulu sebagai pangkal dari upaya pembentukan Khaira segi lainnya, pergerakan memasyarakatkan Mabadi Khaira Ummah, dilaksanakan bersamaan dengan gerakan sosialisasi Nahdlatul Ulama ke luar pesantren, sehingga usaha pembimbingan dan penggalangan itu bukan hanya memiliki imbas ke dalam namun juga memiliki imbas ke luar, yakni suatu umat yang bisa dijadikan penanaman Mabadi Khaira Ummah dilaksanakan dengan memberi keterangan secara kontinu lewat bermacam tempat dan peluang, terutamanya saat malam tatap muka Lailatul Ijtima', yang diselenggarakan di setiap ranting. Dan lewat perintah atau arahan yang dilaksanakan oleh yang bisa diambil dari usaha itu benar-benar membanggakan, walau secara kuantitas masyarakat NU tak sebanyak sekarang ini. Hal ini bisa disaksikan dari bermacam hal di antaranya Semangat berorganisasi kian tumbuh dan organisasi pada bermacam bidang semakin masyarakat bertambah kuat dan para kyai pimpinan NU kian kompak, dan ada perbedaan pendapat di antara mereka, maka itu hanyalah sebatas perkara yang didasarkan atas ketidaksamaan pendirian bukan ketidaksamaan kepentingan. Semuanya membawa akibat yang baik sekali untuk pembimbingan intern ataupun dalam usaha pengembangan NU secara pembimbingan umat yang baik sekali ini, tertahan sebab pecahnya Perang Dunia Ke-2 , dan sampai Nahdlatul Ulama menjadi parpol, pergerakan ini belum ada pertanda dibangkitkan kembali. Kehendak yang kuat untuk membangkitkan lagi pergerakan ini pernah terdengar di sekitar tahun 1970-an bersamaan dengan terdengarnya suara ajakan untuk kembali pada khittah NU, akan tetapi suara ini kembali tak terdengar lantaran hiruk pikuknya rutinitas politik sesudah NU bertekad bulat kembali pada khittah NU 1926 di tahun 1985, kemauan untuk melanjutkan kembali pergerakan Mabadi Khaira Ummah bertambah kuat, khususnya sesudah muktamar NU ke-28 yang mengamanatkan ke PBNU supaya mengatasi permasalahan sosial dan ekonomi dengan lebih serius Munas Alim Ulama NU di Lampung tahun 1992, pergerakan Mabadi Khaira Ummah kembali ditampilkan ke permukaan serta lebih ditingkatkan Khaira Ummah yang pada aslinya cuma terdiri dari tiga azas, yakni as-shidqu kejujuran, al-amanah / al-wafa bil-ahdi setia dan bisa di percaya, dan at-ta'awun saling menolong seperti yang dirumuskan oleh Mahfudz Shiddiq Ketua NU di tahun 1935. Selanjutnya dalam Munas di Lampung tahun 1992. Tiga azas itu kemudian ditambah lagi dua butir yaitu al-adalah adil dan al-istiqamah konsisten, sehingga menjadi lima butir yang disebut pula sebagai Mabadi'ul pertimbangan terdapatnya tambahan itu ialah ketidaksamaan tantangan keadaan yang tidak sama di antara tahun 1935 dan tahun-tahun ke depan. Di samping itu terdapatnya ketidaksamaan target yang ingin diraih. Target pada saat itu cuma pembentukan jati diri dan karakter masyarakat, sedang saat ini diinginkan sebagai modal basic untuk pembentukan tata kehidupan anyar yang lebih bagus latar belakang di atas, karenanya beberapa ulama menyaksikan pentingnya pembentukan pada karakter, sikap atau tabiat umat dengan ciri-ciri khusus yang membuat masyarakat NU gampang dikenal. Pembentukan karakter, sikap, dan tabiat yang khusus ini sangat perlu untuk membedakan mana masyarakat NU dan yang mana segi lain, mengingat keadaan Indonesia waktu itu belum merdeka dan tiap masyarakat diinginkan ikut berjuang dan keterlibatannya untuk turut membebaskan bangsa ini dari belenggu penjajahan, karena itu pembentukan karakter yang spesifik Islam Ahlussunnah wal-Jama'ah lebih dipandang itu, beberapa ulama dan beberapa tokoh teladan NU, berupaya untuk merumuskan karakter-karakter dasar itu. Perumusan ini diinginkan bisa dilakukan oleh masyarakat NU di kehidupan setiap hari, sehingga sikap ini menjadi keunikan masyarakat NU. Perumusan prinsip mengenai karakter dasar ini selanjutnya diulas oleh ulama NU, sehingga menciptakan prinsip yang disebut Mabadi Khaira Mabadi Khaira UmmahKongres Nahdlatul Ulama ke-13, tahun 1935, diantaranya memutuskan sebuah ringkasan, jika masalah pokok yang menghalangi kekuatan umat melakukan amar ma'ruf nahi munkar dan menegakkan agama ialah sebab kemiskinan dan kekurangan di sektor ekonomi. Karenanya kongres mengamanatkan PBNU untuk melangsungkan pergerakan penguatan ekonomi pimpinan NU saat itu mengaitkan kalau kekurangan ekonomi ini berawal dari kurang kuatnya sumber daya manusianya SDM. Mereka lupa mencontoh sikap Rasulullah SAW sehingga kehilangan kekuatan psikis. Sesudah diselenggarakan pembahasan, diambil kesimpulan ada banyak prinsip tuntunan Islam yang penting ditancapkan ke masyarakat NU supaya bermental kuat sebagai modal perbaikan sosial ekonomi yang disebut Mabadi Khaira Ummah, atau langkah awal membentuk umat yang ideal. Di antara lima prinsip Mabadi Khaira Ummah yaituAs-ShidquSebagai salah satunya karakter Rasulullah SAW as-shidqu berarti jujur, benar, transparansi, tidak berbohong, antara hati, kata, dan perbuatan sinkron. Tiap masyarakat Nahdliyin, mula-mula dituntut jujur kepada diri sendiri, selanjutnya terhadap seseorang. Dalam mu'amalah dan bertransaksi harus memegangi karakter as-shidqu ini sehingga musuh dan teman kerjanya tidak risau tertipu. Itulah yang dilaksanakan oleh Rasulullah SAW waktu menjalankan usaha Sayyidatina Khadijah. Dari sikap itu beliau mendapatkan sukses besar. Walau sebenarnya itu memang menjadi sikap Rasulullah SAW sepanjang NU sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW mesti mengikuti tapak jejaknya. Jika melupakan dan meninggalkannya, tentu akan merugi dan menanggung derita atas ketidakberhasilan. Prinsip as-shidqu itu terbukti menjadi sisi penting dari kunci keberhasilan untuk aktivitas ekonomi kekinian sekarang wal-Wafa' bil-AhdiAl-amanah wal-wafa' bil-ahdi berarti bisa dipercaya dan bertanggung jawab serta memenuhi janji. Amanah merupakan salah satu karakter Rasulullah SAW. Sebagai poin utama untuk kehidupan seseorang dalam hubungan memenuhi tuntutan hidup. Saat sebelum diangkat menjadi Rasul, Nabi Muhammad SAW mendapatkan gelar al-Amin dari penduduk lantaran diakui menjadi orang yang bisa diserahi tanggung jawab. Satu di antara persyaratan masyarakat NU supaya sukses di kehidupan harus dapat dipercaya dan memenuhi janji serta disiplin memenuhi orang senang khianat dan ingkar janji, tentu tidak dipercaya oleh teman kerja dan rekan. Konsumen setia akan memutuskan jalinan, dan teman kerja akan menjauh. Al-amanah wal-wafa' bil-ahdi merupakan prinsip penting untuk kesuksesan ekonomi. Itulah sikap sang profesional kekinian yang sukses pada era memiliki artian bersikap adil, seimbang, objektif, dan memprioritaskan kebenaran. Tiap masyarakat Nahdliyin harus memegangi kebenaran objektif dalam pergaulan untuk meningkatkan mutu kehidupan. Orang yang berlaku adil walau terhadap diri sendiri akan dipandang seseorang sebagai tempat berlindung dan tidak menjadi ancaman. Masyarakat Nahdliyin yang dapat menjadi pengayom untuk warganya sekaligus mempermudah serta membuka jalan adil adalah ciri-ciri pokok pengikut Sunni-Nahdliyin dalam kehidupan bermasyarakat. Apabila prinsip adil betul-betul sanggup menjadi sifat Nahdliyin, berarti bentuk dari konsep risalah kenabian rahmatan lil-alamin, yang bermakna tidak cuma faedah untuk diri sendiri atau kelompok, tetapi penyebar kasih saying bagi semua orang. Hal Ini penting untuk kesuksesan seseorang dalam melalui memiliki arti saling menolong, atau sama-sama membantu antara satu dengan lainnya dalam kehidupan. Prinsip at-ta'awun ini sesuai dengan jatidiri manusia sebagai makhluk sosial, yang ia tidak dapat hidup tanpa kerja sama dengan makhluk lain sesama manusia, dengan binatang, atau alam sekitar. Tiap masyarakat Nahdliyin harus mengetahui posisinya di tengah sesama makhluk, harus dapat menyesuaikan diri, siap membantu dan perlu agama Islam, saling menolong merupakan konsep bermuamalah. Karenanya dalam jual beli, misalkan kedua pihak harus memperoleh keuntungan, tidak boleh ada satu pihak yang dirugikan. Karena prinsipnya ta'awun konsumen menghendaki barang, sedangkan penjual menghendaki uang. Apabila tiap wujud mu'amalah mengetahui prinsip at-ta'awun ini, mu'amalah akan selalu berkembang dan lestari. Jalan ekonomi tentu akan terus lancar bahkan juga berkembang. Jika prinsip at-ta'awun ditinggal, satu pihak akan menyudahi jalinan dan muamalah akan mengalami adalah sikap mantap, tegak, stabil, tidak goyah oleh godaan yang mengakibatkan keluar batas dari ketentuan hukum dan perundangan. Dalam Al-Qur'an telah dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan istiqamah, akan memperoleh kecerahan hidup, terbebas dari ketakutan dan kesulitan, dan ujungnya memperoleh kebahagiaan. Untuk meraih kesuksesan hidup, masyarakat Nahdliyin mesti memegangi prinsip istiqamah ini, tahan godaan dan tidak tergoda untuk melakukan penyelewengan yang cuma menjanjikan kebahagiaan sekejap dan penderitaan dalam jangka istiqamah atau konsisten ini akan membuat kehidupan menjadi tenang dan dapat menumbuhkan buah pikiran, gagasan, dan kreativitas menangani semua rintangan dan kesusahan. Prinsip istiqamah menjauhkan dari kesusahan hidup serta menghindarkan dari mengalami jalan kebuntuan. Prinsip istiqamah bermakna berpijak tegar pada prinsip-prinsip kepercayaan dan merutinkan amaliyah sesuai dengan kepercayaan Mabadi Khaira UmmahKonsep Mabadi Khaira Ummah yang sudah diputuskan dan diaplikasikan oleh Nahdlatul Ulama merupakan satu konsep dalam bersikap dan menjalani kehidupan sebagai umat Islam yang ideal. Konsep ini tentu lahir berdasarkan pemikiran dari sesepuh Nahdlatul Ulama yang memprioritaskan cinta pada NKRI dan Islam yang moderat. Sehingga konsep Mabadi Khaira Ummah benar-benar patut untuk diaplikasikan di Indonesia yang majemuk demi merealisasikan Umat Islam yang terbaik dan menjaga kesatuan moderat yang diambil oleh NU ini tercerminkan dalam bermacam faktor, salah satunya yaitu faktor dalam bertauhid, beramaliyah, dan implementasi Amar Ma'ruf Nahi Munkar. Nahdlatul Ulama mengambil sikap moderat sebagai pergerakannya dalam beragama. Hal ini penting untuk dilaksanakan demi kemaslahatan umat manusia dalam beragama dan bermasyarakat. Dan untuk berlaku moderat masyarakat Nahdlatul Ulama mengaplikasikan Mabadi Khaira Ummah sebagai pegangan dalam mengambil langkah. Masyarakat Nahdlatul Ulama menjunjung tinggi ketaatan kepada para Ulama. Hal ini sesuai dengan prinsip al-Istiqamah yaitu secara konsisten menjalankan fatwa-fatwa dan amaliyah-amaliyah para Ulama NU. Saat Ulama NU mengatakan kalau NKRI harga mati maka hal itu yang dipercaya kebenarannya dan dijalankan dengan penuh ketaatan oleh segenap masyarakat diambil kesimpulan jika tujuan pokok dari pergerakan Mabadi Khaira Ummah ini untuk membentuk identitas individual yang mulia, baik dan bertanggungjawab dalam melaksanakan peran-peran individu dan sosialnya sewaktu berinteraksi dengan individu maupun elemen masyarakat yang lain. Pergerakan Mabadi Khaira Ummah berorientasikan pada terciptanya sumber daya pembangunan bangsa Indonesia yang jujur, amanah, loyalitas, adil, saling bekerjasama, dan konsisten dalam menjalankan amar ma'ruf nahi munkar demi diwujudkannya kehidupan warga yang sejahtera lahir batin dan diridlai Allah demikian, secara historis konsep Mabadi Khaira Ummah itu tidak terlepas dari kerja nyata NU sebagai bagian dari warga dan bangsa Indonesia dalam usaha pembangunan Indonesia yang berkarakter dan berperadaban. NU sebagai organisasi kemasyarakatan keagamaan Islam sudah kembali menunjukkan sumbangsihnya untuk kelangsungan dan pembangunan Indonesia. Bahkan juga dalam sudut pandang global, konsep Mabadi Khaira Ummah juga bisa dan pantas disumbangkan dan ditingkatkan pada semua warga dunia di mana pun berada untuk membantu membentuk tatanan masyarakat global yang Chamidi, 2019. Konsep Baru Pendidikan Karakter Mabadi Khaira Ummah. Jurnal Ar-Rihlah. 41 M. A, Fauzan, A., Mudhofir. 2010. Ke NU an Untuk Madrasah Diniyah Awaliyah 3 Kelas 6 Edisi Refisi. Kendal TB UNGGUL Cepiring. Muchtar, Masyhudi, dkk. 2007. Aswaja An-Nahdliyah Ajaran Ahlussunnah wa al-jama'ah yang berlaku di lingkungan Nahdlatul Ulama. Surabaya A. S, Murtopo, Bahrun Ali. 2018. Manajemen Pendidikan Karakter Mabadi Khaira Ummah Di Smk Maarif 2 Gombong. Jurnal Wahana Akademika. 5 1 21. Open donation Kami membuka donasi bagi siapapun yang ingin menyisihkan sebagian rezekinya untuk pengembangan situs web ini melalui laman; support kami Jakarta - Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Ali 'Imran/3104. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. Ali 'Imran/3110.Ummah adalah masyarakat yang diidealkan di dalam Al-Qur'an dan dipraktekkan sejak Nabi MuhammaSaw. Konsep khaira ummah menurut kedua ayat tersebut di atas ialah suatu komunitas masyarakat yang senantiasa menyerukan kepada kebaikan yad'un ila al-khair dan menyuruh kepada yang ma'ruf ya'murun bi alm'ruf, dan mencegah kemungkaran yanhauna 'an al-munkar. Kalangan mufassir menafsirkan kata al-khair sebagai kebaikan yang bersifat particular, termasuk di dalamnya karifan lokal local wishdom. Sedangkan kata al-ma'ruf lebih bermakna kebaikan yang bersifat universal. Untuk kebaikan particular masih perlu digunakan pendekatan persuasive, dari bawah ke atas da'wah. Sedangkan kebenaran universal yang sudah menjadi common sense sudah perlu ditegaskan amr. Perincian khaira ummah dijelaskan dalam ayaat berikutnya Menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Penjabaran konsep khaira ummah dalam ayat tersebut di atas menurut kalangan tafsir ialah menebarkan energi positif terutama kepada umat manusia tanpa membedakan jenis kelamin, golongan, etnik, kewaarganegaraan, warna kulit, agama, dan kepercayaannya masing-masing. Tidak termasuk khaira ummah bagi orang yang suka menghina dan menghujat orang lain. Kebenaran dan keadilan memang perlu ditegakkan tetapi dengan cara-cara terhormat dan bermartabat. Allah Swt mengenyampingkan pendekatan kekerasan di dalam menyelesaikan persoalan umat. Atas nama apapun, untuk siapapun, kepada siapapun, dan dari manapun, kekerasan tidak pernah ada tempatnya di dalam Islam. Allah Swt sendiri menegaskan La ikraha fi al-din Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam/ al-Baqarah/2256. Allah Swt menegaskan perlunya mengutamakan pendekatan kemanusiaan di dalam menyelesaikan setiap persoalan di antara umat manusia, Karena Allah Swt sendiri memuliakan manusia tanpa membedakan etnik, agama, dan kepercayaan, sebagaimana ditegaskan Wa laqad karramna Bani Adam Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam/ Al-Isra'/1770. Umat yang ideal selalu menebarkan kedamaian, persaudaraan, kerjasama satu sama lain. Dalam Islam tidak ada larangan untuk berbuat baik dan bekerjasama dengan orang-orang non-muslim. Nabi Muhammad aw senndiri mencontohkan terbuka menerima kehadiran non-muslim di dalam lingkungan pemerintahannya. Salman al-Farisi, arsitek perang Nabi, sudah lama bergabung dengan Nabi seblum ia menjadi muallaf di akhir hayat Nabi. Demikian pula praktek para sahabat dan tabi'in, selalu memberi ruang terhadap kelompok non-muslim. lus/lus

mabadi khaira ummah artinya